Jadikan Budaya Baca dan Berkunjung ke Perpustakaan sebagai Gaya Hidup

Dahulu orang bersepeda belumlah menjadi gaya hidup seperti sekarang ini, hal tersebut bisa terbentuk dikarenakan banyaknya komunitas pecinta sepeda yang bersatu padu membangun opini publik melalui berbagai kegiatanya sehingga pada akhirnya budaya bersepeda sekarang sudah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia.

Bahkan tidak sedikit di berbagai kota-kota besar atau di kota-kota kecil di daerah sudah membuat kebijakan tentang Car Free Day di hari minggu pada jam-jam tertentu. Melihat ini menunjukan keberhasilan para pecinta dan komunitas sepeda yang sudah bisa dikatakan berhasil dalam membangun opini publik bahwa bersepeda itu sehat dan bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia.


Para pustakawan dan berbagai komunitas literasi informasi bisa belajar dari perjuangan komunitas sepeda. Salah satu pembelajaran yang bisa kita tiru yaitu terkait dengan semangat dan bahu membahu untuk membangun opini publik bahwa berkunjung ke perpustakaan dan membaca buku merupakan sebuah kebutuhan sehingga harus dibangun opini publik jika membaca dan berkunjung ke perpustakaan itu mengasyikan.

Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya harus disertai dengan berbagai perbaikan di internal perpustakaan sendiri. Tidak hanya bangunan perpustakaan dan fasilitas yanglengkap dari perpustakaan tersebut, tapi juga harus ditingkatkan kemampuan dan kreatifitas para pustakawan untuk memanjakan pengunjung perpustakaan.

Peranan perpustakaan dalam membangun peradaban, sangatlah vital. Namun, sadar atau tidak keberadaan perpustakaan hingga saat ini masih dipandang sebelah mata.

Perilaku pengunjung perpustakaan pun sudah bergeser, tidak mencari buku, tetapi ”colokan” untuk cash laptop yang dicari kali pertama kali saat berkunjung. Endang Fatmawati MSi MA, pakar perpustakaan dari Universitas Diponergoro (Undip) mengutarakan, perubahan perilaku pengunjung perpustakaan memang menjadi sesuatu yang tidak boleh diabaikan. ”Harus diakomodasi,” katanya.

Ia mengemukakan, perpustakaan yang memiliki aturan-aturan yang dalam konteks kekinian tidak lagi relevan, perlu dikaji ulang. ”Tidak zamannya lagi ke perpustakaan tidak boleh makan, minum, dan memakai celana pendek, misalnya. Ini sudah harus diubah,” katanya seperti dikutip dari suaramerdeka.com (26/10/13). Menurutnya, berbagai strategi adaptif justru harus sesuai dengan konteks kekinian.

”Saat Hari Valentine, bisa dengan memberi cokelat kepada pengunjung, atau memberian kejutan (hadiah) kepada pengunjung yang sedang ulang tahun. Pustakawan harus memahami kebutuhan pengunjung agar mereka nyaman,” ungkap Endang.

Gaya Hidup

Endah menjelaskan, pembangunan bangsa dan peradaban tidak bisa dipisahkan dari keberadaan perpustakaan. Dalam perjalanan sejarah peradaban dunia, para cendekiawan- ilmuwan merupakan tokoh-tokoh yang akrab dengan perpustakaan. ”Perpustakaan sumber ilmu dan informasi.

Sangat aneh jika ada ilmuwan (cendekiawan) tanpa perpustakaan,” ujarnya. Pada masa kini, kontribusi perpustakaan dalam mendukung pembangunan bangsa dan peradaban dilakukan melalui layanan maksimal dan mendukung upaya-upaya lahirnya kelompok-kelompok diskusi (small group) yang mengkaji berbagai hal. ”Melahirkan small group dari ‘rahim’ perpustakaan butuh proses. Ini bukan hal yang mustahil dilakukan.

Perlu menjadikan berkunjung ke perpustakaan sebagai gaya hidup,” tutur anggota Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi (FPPTI) Jateng ini. Ketua FPPTI Jawa Tengah Dra Hj Ahyati Rahayu menegaskan, perpustakaan memiliki kontribusi yang besar dalam peradaban dan kemajuan bangsa.
by : duniaperpustakaan.com

0 comments:

Post a Comment

Sebelum anda memberi komentar, silahkan masuk dengan menggunakan akun google atau URL openID anda agar kami dapat lebih mudah membalas komentar anda, terimakasih.