Tradisi keilmuan peradaban Islam cukup dinamis.
Ini dibuktikan dengan munculnya banyak karya di berbagai disiplin ilmu.
Ragam hasil pemikiran tersebut sebagiannya
terdokumentasikan hingga kini dalam bentuk buku cetak ataupun digital.
Terpeliharanya karya para ulama masa lalu itu
tidak terlepas dari fungsi dan keberadaan perpustakaan.
Menurut John L Esposito dalam “Ensiklopedi Oxford
Dunia Islam Modern”, perpustakaan-perpustakaan Islam pernah mengalami kejayaan.
Kegemilangan yang sama hendak dicapai oleh Muslim
masa kini. Kegemaran kaum Muslim belajar secara alamiah menghasilkan budaya
baca dan kegiatan pelestarian buku.
Koleksi perpustakaan pertama muncul pada periode
Umayyah. Beberapa koleksi di perpustakaan itu bahkan masih terjaga hingga
sekarang. Kemajuan pengembangan ilmu pengetahuan telah mampu menghadirkan
catatan terkait aktivitas kepustakaan dan pengumpulan buku.
Adalah Khalid bin Yazid (704 M), dikenal sebagai
sastrawan sekaligus kolektor buku. Mulanya, tradisi pengumpulan dan kepustakaan
itu berawal dari perorangan, lembaga masjid, dan lembaga pendidikan. Institusi
paling mononjol soal ini adalah masjid.
Khalifah al-Manshur (775 M) disebut-sebut sebagai
pendiri cikal bakal perpustakaan. Ia mendirikan biro terjemahan di Baghdad.
Pada pemerintahan al-Ma’mun (833 M), inisiatif tersebut disempurnakan dengan
pendirian Bayt al-Hikmah yang merupakan perpustakaan pelopor kala itu.
Bahkan, lembaga yang berdiri pada 830 M itu,
didaulat sebagai lahan sentral pengetahuan dunia Islam.
Keberhasilan itu merembet ke sejumlah wilayah
kekuasaan Islam. Di Kairo, Dinasti Fatimiyah membangun Dar al-Ilmi, keturunan
Bani Umayyah di Kordoba Spanyol mendirikan perpustakaan dengan koleksi buku
sebanyak 400 ribu jilid.
Geliat penulisan pun meningkat setelah kertas
mulai dikenalkan di dunia Islam pada abad ke-8 Masehi.
Penggunaan kertas itu kian populer dan
memunculkan ragam profesi baru, salah satunya warraq atau panyalur dan penyalin
kertas.
Pada 987 M, Ibn Nadim, yang tersohor sebagai
warraq, menulis sebuah kepustakaan penting dengan karyanya yang berjudul
al-Fihrist.
Buku itu berisi tentang daftar-daftar buku
berikut isinya secara umum. Kesemua buku itu adalah karya yang pernah ia
tangani.
Selanjutnya, kepustakaan dikembangkan oleh
cendekiawan ternama asal Istanbul, Hajj Khalifah. Ia membuat daftar kitab-kitab
klasik dilengkapi uraian singkat isinya. Total keluruhannya berjumlah 14.500
judul buku.
Sayangnya, buku-buku yang ada sepanjang sejarah
kerap menjadi sasaran perusakan, baik oleh bencana alam atau ulah tangan
manusia. Sejarah mencatat, tentara Mongol di Bahgdad pernah menghancurkan
secara massal karya-karya Muslim saat itu.
Pada masa inkuisisi Spanyol, terjadi pemindahan
ribuan naskah dari dunia Islam ke perpustakaan personal di Barat. Paling
terkenal ialah Perpustakaan Inggris, Bibliotheque, dan Perpustakaan Nasional
Prancis.
Pada abad ke-20, kondisi perpustakaan dan
pustakawan yang agak memprihatinkan mendorong otoritas sejumlah negara
mendirikan perpustakaan nasional untuk menginventarisasi koleksi-koleksi
sarjana Muslim.
Seperti yang dilakukan oleh Yordania dan Mesir.
Tapi, tetap saja pamor perpustakaan tersebut kurang. Bahkan, kalah dengan
perpustakaan umum. Di beberapa negara, perpustakaan umum justru lebih diminati,
seperti di Turki, Yordania, Pakistan, dan Malaysia.
sumber ||
republika.co.id
0 comments:
Post a Comment
Sebelum anda memberi komentar, silahkan masuk dengan menggunakan akun google atau URL openID anda agar kami dapat lebih mudah membalas komentar anda, terimakasih.