Untuk membangun kerjasama dengan pihak
lain, seorang pustakawan perlu memperhatikan faktor-faktor penting apa
saja yang harus diperhatikan dalam sebuah kerjasama. Berikut ini
merupakan tulisan Prof. Sulistyo Basuki yang berjudul “Penerapan
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Kerjasama Perpustakaan”.
Pendahuluan
Pengertian kerjasama perpustakaan
artinya kerjasama yang melibatkan dua perpustakaan atau lebih. Kerjasama
ini diperlukan karena tidak satu pun perpustakaan dapat berdiri
sendiri dalam arti koleksinya mampu memenuhi kebutuhan informasi
pemakainya. Perpustakaan sebesar Library of Congress pun dengan butir
koleksi sebesar 95 000 000 pun masih mengandalkan pada kerjasama
antarperpustakaan untuk memenuhi informasi pemakainya. Dengan demikian
bagi perpustakaan yang lebih kecil koleksinya, kerjasama antar
perpustakaan merupakan syarat mutlak untuk memenuhi kebutuhan informasi
pemakainya.
Kerjasama perpustakaan dilakukan
berdasarkan konsep bahwa kekuatan dan efektivitas kelompok perpustakaan
akan lebih besar dibandingkan dengan kekuatan dan efektivitas
perpustakaan masing-masing. Prinsip ini dikenal dengan sinergi artinya
gabungan beberapa kekuatan akan lebih besar daripada kekuatan
masing-masing. Misalnya ada 4 pustakawan (A,B,C dan D), masing-masing
hanya kuat memanggul beras seberat 50 kilogram jadi jumlahnya 200 kg.
Namun bila A, B, C dan D bersama-sama mengangkat beras, maka jumlah
beras yang dipanggulnya lebih dari 200 kg katakanlah 220 kg. Demikian
pula dengan konsep kerjasama perpustakaan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
K (P1 + P2 + … + Pn> K P1 + KP2 + … +K Pn
Dengan pengertian bahwa K adalah kekuatan dan efektivitas, P1 + P2 + … + Pn adalah
masing-masing kekuatan dan efektivitas masing-masing perpustakaan. Bila
kekuatan dan efektivitas kelompok lebih besar daripada kekuatan dan
efektivitas masing-masing perpustakaan maka kerjasama perlu dilakukan.
Bilamana efektivitas dan kekuatan gabungan perpustakaan sama dengan
kekuatan dan efektivitas masing-masing perpustakaan, maka kerjasama
perpustakaan perlu ditanyakan. Situasi itu dirumuskan sebagai berikut :
K (P1 + P2 + … + Pn) = K P1 + KP2 + … +K Pn
Dalam hal kekuatan dan efektivitas
gabungan perpustakaan lebih kecil daripada kekuatan dan efektivitas
masing-masing perpustakaan, maka kerjasama tidak perlu dilakukan.
Situasi tersebut dirumuskan sebagai berikut :
K (P1 + P2 + … + Pn) < K P1 + KP2 + … +K Pn
Alasan kerjasama
Kerjasama perpustakaan terjadi karena dorongan berbagai hal. Adapun faktor yang mendorong kerjasama antar perpustakaan ialah :
- Adanya peningkatan luar biasa dalam pengetahuan dan membawa pengaruh semakin banyak buku yang ditulis tentang pengetahuan tersebut. Sebagai contoh bila pada tahun 1965 di seluruh dunia terbit 269 000 judul buku baru maka pada tahun 1974 terbit 571 000 judul baru. Sebagai perbandingan di Indonesia dan Malaysia setiap tahun terbit rata-rata 5000 judul buku baru, namun hendaknya diingat bahwa penduduk Indonesia hampir 10 kali lipat penduduk Malaysia. Itu berarti bahwa secara umum produktivitas buku di Malaysia jauh lebih tinggi daripada Indonesia. Dalam keadaan demikian maka tidak ada satupun perpustakaan yang mampu melayani keperluan informasi pemakainya hanya mengandalkan koleksi perpustakaan tersebut. Perpustakaan besar masih memerlukan bantuan perpustakaan lain.
- Meluasnya kegiatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi mendorong makin banyaknya permintaan serta semakin beranekanya permintaan pemakai yang semakin hari semakin banyak memerlukan informasi. Pengetahuan yang berkembang pesat memaksa mereka yang telah meninggalkan bangku sekolah untuk belajar kembali. Sekadar contoh bila pada tahun 1950an di Indonesia, Sekolah Menengah Umum (SMU) hanya terdapat di ibu kota eks karesidenan, maka kini sudah tersebar sampai ke kecamatan. Hal serupa dengan universitas, kini di Indonesia hampir setiap provinsi terdapat perguruan tinggi negeri padahal tahun 1950an hanyalah beberapa gelintir saja.
- Kemajuan dalam bidang teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap industri, perdagangan dan perlunya pimpinan serta karyawan mengembangkan ketrampilan dan teknik baru. Ketrampilan ini antara lain diperoleh dengan membaca dan materi perpustakaan tidak selalu tersedia di perpustakaan di sekitar pembaca.
- Berkembangnya kesempatan dan peluang bagi kerjasama internasional dan lalu lintas internasional; kedua hal tersebut mendorong perlunya informasi mutakhir mengenai negara asing.
- Berkembangnya teknologi informasi, terutama dalam bidang komputer dan telekomunikasi, memungkinkan pelaksanaan kerjasama berjalan lebih cepat. lebih mudah bahkan mungkin lebih murah. Pengiriman informasi tidak harus berupa pengiriman dokumen asli melainkan dalam bentuk reproduksi (fotokopi), bentuk mikro maupun menggunakan media elektronik seperti disket.
- Tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan informasi yang sama‑sama. Selama ini merupakan suatu kenyataan bahwa masyarakat pemakai informasi di kota besar memperoleh layanan informasi lebih baik daripada pemakai yang tinggal di daerah terpencil. Maka adanya kerjasama perpustakan memungkinkan pemberian jasa perpustakaan mencapai pemakai di daerah terpencil.
- Kerjasama memungkinkan penghematan fasilitas, biaya, tenaga manusia, waktu. Hal ini amat mendesak bagi negara berkembang seperti Indonesia dengan keterbatasan dana bagi pengembangan perpustakaan.
Berbagai faktor tersebut mengubah dan
meningkatkan permintaan akan jasa perpustakaan. Perpustakaan tidak
dapat berdiri sendiri karena tidak satupun perpustakaan mampu memenuhi
kebutuhan informasi pemakainya. Untuk memenuhi kebutuhan informasi
pemakai perpustakaan, maka perlu kerjasama antar perpustakaan.
Bentuk kerjasama
Berikut ini bentuk kerjasama perpustakaan yang lazim yaitu :
1. Kerjasama pengadaan.
Dalam bentuk ini berbagai perpustakaan
bekerja sama dalam pengadaan buku. Ini merupakan awal bentuk kerjasama.
Dalam bentuk ini, masing‑masing perpustakaan bertanggung jawab atas
kebutuhan informasi pemakainya. Maka perpustakaan akan memilih buku
berdasarkan permintaan anggotanya atau berdasarkan dugaan pengetahuan
pustakawan atas keperluaan bacaan anggotanya.
Dorongan kerjasama ini berasal dari
bertambah banyaknya buku yang diterbitkan dalam berbagai lapangan ilmu
pengetahuan, perluasan jenis terbitan mulai dari buku dan majalah
hingga ke laporan tak diterbitkan, kesemuanya berfungsi sebagai sumber
informasi, hubungan yang makin kompleks antara berbagai subjek dan
keterbatasan dana perpustakaan. Hanya dengan pengadaan gabungan atau
pengadaan terkoordinasi maka perpustakaan mampu mengakses semua bahan
pustaka yang mungkin perlu dibeli dan menjamin bahwa semua sumber telah
dilacak. Di Indonesia perlunya kerjasama ini masih amat dirasakan karena
sulitnya impor buku.
Berbagai importir yang ada lazimnya
enggan mengimpor buku dalam jumlah terbatas baik mengenai judul maupun
kuantitasnya. Di segi lain perpustakaan berusaha membeli buku dalam
kuantitas terbatas namun dengan jumlah judul lebih banyak. Hal ini dapat
diatasi bila perpustakaan bekerja sama dalam hal pengadaan.
Kerjasama pengadaan ini pada kegiatan berikutnya menghasilkan kategori kerjasama sebagai berikut :
- Kerjasama spesialisasi subjek.
Pada kategori ini masing-masing
perpustakaan mengkhususkan diri pada subjek tertentu dengan tidak
memandang asal buku. Masing‑masing perpustakaan mengkhususkan diri dalam
subjek pilihan masing‑msing. Misalnya perpustakaan A mengkhususkan
diri dalam subjek,,katakanlah, pertanian, perpustakaan B dalam bidang
sejarah, perpustakaan C dalam bidang teknologi dan sejenisnya.
Keuntungan spesialisasi subjek ialah
penentuan lokasi subjek yang dimiliki masing‑masing perpustakan amat
mudah, dan bila perpustakaan mentaati ketentuan spesialisasi subjek
maka dalam subjek kawasan kerjasama, masing‑masing perpustakaan telah
menunjukkan dirinya sebagai lokasi subjek tertentu. Dari kerjasama
spesialisasi subjek ini, maka terbuka kemungkinan antarpinjam yang
lebih cepat dan pengarahan yang lebih cepat pula bagi pembaca ke koleksi
khusus, kemandirian regional makin besar, perpustakaan lebih mampu
menerbitkan bibliografi yang berkaitan dengan subjek khusus
masing‑masing perpustakaan.
Namun demikian ada keberatan terhadap
sistem ini ialah alokasi bidang subjek yang kurang jelas dan bersifat
arbitrer serta banyak perpustakaan kurang menggunakan akses ke subjek
yang ada di perpustakaan lain karena subjek tersebut kurang menarik bagi
perpustakaan lain. Misalnya bagi perpustakaan bidang sastra, tentunya
kurang menggunakan subjek biologi, walaupun akses ke bidang biologi
tersedia berkat kerjasama.
Dalam kaitannya dengan kerjasama pengadaan ini maka berkembang istilah conspectus artinya alat yang memungkinkan perpustakaan mendeskripsikan kekuatan koleksi mereka serta minat pengadaan buku saat ini. Conspectus
artinya ringkasan dikembangkan dalam konteks kerjasama perpustakaan
dan pendayagunaan bersama lebih efektif akan koleksi perpustakaan,
mula-mula berkembang di Amerika Utara. Untuk itu digunakan kode yang
dialokasikan untuk koleksi masing-masing perpustakaan yang menunjukkan
kekuatan koleksi, cakupan linguistik dan geografis serta tingkat
intelektual koleksi. Data untuk Amerika Utara disediakan oleh Research Libraries Information Network, kemudian ikut serta Research Libraries Group dan Association of Research Libraries; ketiga-tiganya membentuk North American Collection Inventory Project (NCIP). Proyek ini memberikan data secara terpasang (data online) tentang koleksi sejumlah besar perpustakaan di Amerika Utara.
Di luar Amerika Utara, minat akan
conspectus ini meningkat juga. National Library of Australia menggunakan
metodologi conspectus yang meliputi perpustakaan penelitian dan
perguruan tinggi. Di Eropa Barat dilangsungkan Conference of European
National Librarians tahun 1987 yang membentuk National Libraries
Conspectus Group yang mencakup wakil-wakil perpustakaan nasional dari
Prancis, Jerman, Belanda, Portugal, Inggris, Skotlandia.
Sekitar tahun 1990an di Indonesia
terdapat proyek pengembangan perpustakaan perguruan tinggi negeri. Salah
bentuk proyek ialah pengadaan buku dan majalah sesuai dengan kebutuhan
masing-masing universitas kemudian perpustakaan universitas membentuk
koleksi inti dalam subjek yang sudah disepakati. Bentuk tersebut
merupakan contoh kerjasama pengadaan di Indonesia.
- Kerjasama pengadaan fiksi
Terutama untuk fiksi yang sudah tidak
dicetak lagi. Kerjasama ini dilakukan di kalangan perpustakaan Inggris
sedangkan untuk Indonesia belum ada.
- Kerjasama pengadaan buku asing.
Kerjasama ini dilakukan pada banyak
negara terutama pada negara yang memiliki lembaga penelitian dan
perguruan tinggi yang mengkhususkan diri kajian wilayah tertentu. Salah
satu bentuk ialah Public Law 480 dari AS yang memungkinkan Library of
Congress menggunakan dana yang diperoleh dari ekspor pertanian untuk
membeli buku terbitan lokal. Dalam kaitannya dengan Indonesia, Library
of Congress membuka kantor perwakilan di Jakarta dengan tugas membeli
terbitan Indonesia, kemudian hasil tersebut disimpan di Library of
Congress dan 7 perpustakaan perguruan tinggi yang memiliki jurusan
kajian Asia Tenggara.
Upaya serupa juga dilakukan oleh
National Library of Australia yang mendirikan kantor pengadaan di
Jakarta dengan tujuan membeli buku yang dianggap penting untuk
kepentingan pemakai di Australia. Penekanan pengadaan terutama
menyangkut subjek Kawasan Indonesia Timur. Koninklijk Instituut voor
Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) juga memiliki cabang di Indonesia
dengan tugas antara lain membeli buku bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan
tingkat universiter. KITLV hanya membeli 1 eksemplar, kemudian
dibuatkan mikrofilm. Master mikrofilm diserahkan ke Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia sedangkan buku dikirim ke Leiden, Belanda.
Contoh lain ialah Scandia Plan,
yang menggabungkan perpustakaan khusus dan penelitian dari Denmark,
Finlandia, Norwegia dan Swedia. Masing-masing negara bertanggung jawab
atas pertukaran dan pengadaan buku dari berbagai negara. Alokasi subjek
untuk masing-masing perpustakaan tergantung pada koleksi yang ada dan
minat bermacam-macam perpustakaan dalam upaya mengkombinasikan alokasi
regional dan linguistik. Kerjasama semacam ini dilakukan oleh beberapa
perpustakaan perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
- Kerjasama pengadaan materi audio-visual.
Pustakawan semakin sadar bahwa
perpustakaan perlu menyediakan materi nonbuku untuk pemakainya. Kini
mulai banyak bentuk informasi pada kaset, video, CD ROM (Compact Disc
Read Only Memory) yang dapat dipinjam dari perpustakaan, isinya dapat
berupa puisi, drama, musik, bahasa, efek suara dll. Contoh kerjasama ini
adalah Greater London Audio-Subject Specialisation Scheme (GLASS) mencakup 32 perpustakaan umum di London yang berupaya mengadakan dan menyimpan materi nonbuku.
2. Kerjasama penyimpanan buku yang kurang digunakan (less used books).
Pengertian buku yang jarang digunakan
ialah buku yang tidak dipinjam selama 1 tahun terakhir. Pengertian
tersbeut tidak mutlak karena ada yang melihatnya lebih lama, misalnya 2
tahun terakhir.
Kerjasama penyimpanan ini didasarkan
atas pertimbangan bahwa penyimpanan buku yang kurang digunakan dapat
dibenarkan, tersedia buku yang dapat dipinjamkan untuk keperluan
mendatang serta memungkinkan pengembangan koleksi yang komprehensif atas
dasar basis nasional. Kerjasama simpan ini seringkali terpisah dari
kerjasama pengadaan. Cara pelaksanaan kerjasama penyimpanan ini dapat
dilakukan dengan membagi‑bagi koleksi yang kurang digunakan menurut
abjad, kemudian dibagi‑bagikan ke perpustakaan peserta. Misalnya
perpustakaan 1 menyimpan buku pengarang A‑F, perpustakaan 2 menyimpan
buku karangan pengarang berabjad G‑J dan seterusnya. Dengan demikian
perpustakaan 1 menerima buku yang kurang digunakan yang ditulis oleh
pengarang A s.d. F yang mungkin diterima dari perpustakaan lain.
3. Pemusatan pengadaan dan penyimpanan.
Pada bentuk kerjasama nomor 1, sering
kali terjadi keributan mengenai ruang simpan yang terbatas serta
ketidakjelasan batas subjek dan keterkaitan satu subjek dengan subjek
lain serta penyebaran berbagai perpustakaan dalam kawasan yang luas.
Maka pendekatan yang digunakan ialah menunjuk perpustakaan penyimpan
yang melayani kelompok perpustakaan peserta. Pada pendekatan ini, sebuah
perpustakaan ditunjuk untuk menyimpan buku yang kurang digunakan milik
perpustakaan lain.
Biasanya bentuk kerjasama ini diikuti
dengan pengadaan bersama. Perpustakaan pusat penyimpan dapat mengurangi
masalah ruang yang dihadapi perpustakaan anggota. Perpustakaan pusat
penyimpan ini menyimpan jenis buku sebagai berikut : (a) buku hadiah;
(b) deposit tetap yang menjadi milik perpustakaan deposit; (c) buku
disimpan berdasarkan deposit per subjek. Misalnya perpustakaan yang
ditunjuk oleh badan induknya untuk menyimpan semua karya staf badan
induk dan (d) penyimpanan atas dasar sewa. Umumnya koleksi yang
disimpan berdasarkan kriteria a dan b.
4. Kerjasama pertukaran dan redistribusi.
Tujuan kerjasama ini ialah meningkatkan
dan memperluas sumber koleksi yang telah ada dengan biaya sekecil
mungkin. Tujuan ini tersirat dalam kerjasama pengadaan dan penyimpanan.
Dalam hal spesialisasi subjek, alasan penyimpanan koleksi untuk
membentuk koleksi yang komprehensif serta sekaligus menghindari
penyiangan saliran (copy) terakhir membutuhkan integrasi
bdengan cara pertukaran bahan pustaka. Cara pertukaran maupun
redistribusi dapat digunakan sebagai cara untuk menambah koleksi
perpustakaan dengan 2 cara. Cara pertama ialah pertukaran publikasi
badan induk dengan badan lain yang bergerak dalam bidang yang sama
tanpa perlu membeli dan juga untuk memperoleh publikasi yang tidak
dijual untuk untuk umum atau untuk memperoleh bahan pustaka yangsulit
dilacak atau sulit dibeli melalui toko buku. Yang paling akhir disebut
ini terutama terjadi dengan karya yang sangat khusus dan buku terbitan
luar negeri.
Pertukaran dengan pihak luar negeri
dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui perpustakaan nasional.
Pertukaran biasanya dilakukan berdasarkan prinsip satu lawan satu,
artinya satu terbitan ditukar dengan terbitan lain dengan tidak
memandang tebal tipisnya terbitan. Pertukaran terbitan banyak dilakukan
dengan perpustakaan dari negara berkembang atau negara blok sosialis;
umumnya buku terbitan kedua kawasan itu sulit diperoleh di pasaran
terbuka. Cara kedua perpustakaan dapat menambah koleksinya ialah dengan
cara menukar atau mendistribusi kembali buku‑buku yang sudah tidak
dicetak lagi atau buku yang tidak lagi diperlukan oleh perpustakaan
lain. Cara tersebut membantu memecahkan masalah penyiangan buku dan
penyimpanan buku yang dihadapi banyak perpustakaan. Hanya saja mungkin
ada peraturan yang melarang penyiangan buku maupun pertukaran terbitan
dengan lembaga lain. Terbitan seperti Unesco journal on information science, librarianship and archives studies biasanya memuat daftar terbitan yang dapat ditukarkan bahkan juga senarai terbitan yang dapat diminta secara cuma‑cuma.
5. Kerjasama pengolahan data bibliografi.
Dalam bentuk kerjasama ini perpustakaan
bekerja sama untuk mengolah bahan pustaka. Biasanya pada perpustakaan
universitas dengan berbagai cabang atau perpustakaan umum dengan cabang‑
cabangnya, pengolahan bahan pustaka (pengkatalogan, pengklasifikasian,
pemberian label buku, kartu buku, kantong buku, penyampulan buku dengan
lapis plastik) dikerjakan oleh perpustakaan pusat. Perpustakaan cabang
menerima buku dalam keadaan siap digunakan.
Ada 2 acara bentuk kerjasama ini. Cara
pertama ialah memusatkan semua pengolahan bahan pustaka ke perpustakaan
yang ditunjuk, biasanya perpustakaan pusat, baik untuk perpustakaan
universitas maupun perpustakaan umum. Dalam tingkat nasional, pengolahan
dilakukan oleh perpustakaan nasional dengan hasil pengolahan
diterbitkan dalam bibliografi nasional ataupun diwujudkan dalam bentuk
katalog dalam terbitan (KDT). KDT dalam bahasa Inggris disebut Cataloguing In Publication
(CIP) perpustakaan nasional mengolah data bibliografi dari buku yang
akan diterbitkan. Keterangan ini dicantumkan di bagian balik halaman
judul. Umumnya data yang dicantumkan adalah pengarang, judul, nomor
klasifikasi; kadang‑kadang pula ditambahkan nomor buku standar
internasional atau lazim disebut ISBN (International Standard Book Number).
6. Kerjasama penyediaan fasilitas.
Bentuk kerjasama ini mungkin terasa
janggal bagipustakawan negara maju karena umumnya perpustakaan mereka
selalu terbuka untuk umum. Dalam bentuk ini, perpustakaan bersepakat
bahwa koleksi mereka terbuka bagi anggota perpustakaan lain. Umumnya
kerjasama ini dilakukan oleh perpustakaan perguruan tinggi. Dalam
ketentuannya, perpustakaan universitas A menyatakan bahwa anggota
perpustakaan universitas lain (katakanlah universitas B dan C) boleh
menggunakan fasilitas perpustakaan universitas A dalam batas ketentuan
yang berlaku. Biasanya penyediaan fasilitas berupa kesempatan
menggunakan koleksi, menggunakan jasa lain seperti penelusuran,
informasi kilat, penggunaan mesin fotokopi; namun tidak terbuka
kesempatan untuk meminjam.
Biasanya peminjaman buku untuk bukan
anggota perpustakaan dilakukan melalui jasa peminjaman antar
perpustakaan. Di Indonesia kerjasama semacam sudah terdapat. Misalnya
beberapa perpustakaan perguruan tinggi negeri mengeluarkan kartu
pengenal, dikenal dengan “kartu sakti”. Dengan “kartu sakti” ini
mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri dapat menggunakan fasilitas
perpustakaan perguruan tinggi negeri lainnya selama kedua perpustakaan
tersebut tergabung dalam sebuah forum kerjasama. Di lingkungan beberapa
perguruan tinggi Katolik, kartu mahasiswa yang masih sahih dapat
digunakan sebagai tanda pengenal bila mahasiswa tersebut berkunjung ke
perguruan tinggi Katolik yang tergabung dalam sebuah asosiasi. Forum
Perpustakaan Perguruan Tinggiprovinsi mengeluarkan bermacam-macam kartu
yang memungkinkan seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi menggunakan
fasilitas perpustakaan perguruan tinggi lainnya. Nama kartu tersebut
bervariasi misalnya Kartu Sakti, Kartu Super dll.
7. Kerjasama pinjam antar perpustakaan.
Bagi banyak orang pinjam antar
perpustakaan sama dengan pinjam antar perpustakaan padahal pengertian
kerjasama perpustakaan lebih luas daripada pinjam antar perpustakaan.
Kemampuan perpustakaan dalam memberikan jasa pada anggota perpustakaan
terbatas dan karena itu diperluas dengan cara meminjam dari
perpustakaan lain mendorong formalisasi pinjam antar perpustakaan dalam
kategori berikut:
- Lokal, regional atau nasional dengan katalog induk yang mencakup koleksi semua perpustakaan peserta. Pada kategori ini perpustakaan peminjam mengajukan permintaan ke perpustakaan koordinator yang bertugas juga menyusun katalog induk untuk menentukan lokasi sebuah buku.
- Sebuah pusat penyimpanan buku, khusus didirikan guna melayani permintaan buku pada perpustakaan lain. Contoh yang terkenal ialah The British Library Document Supply Centre yang menyediakan buku untuk perpustakaan serta jasa fotokopi artikel untuk perpustakaan lain termasuk perpustakaan dari luar negeri.
- Pinjam langsung antar perpustakaan dalam arti perpustakaan saling meminjamkan bukunya langsung ke perpustakaan tanpa perlu melalui koordinator regional atau nasional.
Dalam bentuk pinjam antar perpustakaan
ini, perpustakaan boleh meminjam dan meminjamkan koleksinya ke
perpustakaan lain. Bentuk ini merupakan bentuk kerjasama perpustakaan
yang paling dikenal masyarakat. Dalam hal ini peminjaman dilakukan oleh
perpustakaan serta atas nama perpustakaan. Dengan demikian maka anggota
perpustakaan A bila ingin meminjam buku dari perpustakaan B maka
anggota tersebut harus melakukannya melalui perpustakaan A. Jadi anggota
tidak boleh berhubungan langsung dengan perpustakaan lain. Kerjasama
semacam ini belum berkembang di Indonesia, terbatas pada sebuah kota
saja (misalnya Jakarta, Semarang) atau terbatas pada institusi atau
lembaga yang bergerak di bidang yang sama (misalnya perpustakaan yang
bergerak dalam bidang managemen).
8. Kerjasama antarpustakawan
Sebenarnya kerjasama jenis ini lebih
merupakan kerjasama antara pustakawan untuk menerbitkan berbagai
masalah yang dihadapi pustakawan. Bentuk kerjasama ini dapat berupa
penerbitan buku panduan untuk pustakawan, pertemuan antar pustakawan,
kursus penyegaran untuk pustakawan. Pendeknya bentuk kerjasama ini lebih
mengarah ke bentuk kerjasama profesi.Bentuk lain kerjasama antara 2
asosiasi perpustakaan atau antara komisi atau kelompok khusus pada
sebuah organisasi pustakawan. Contoh ialah kerjasama antara Art Libraries Society (ARLIS) dan British and Irish Association of Law Librarians dalam pendayagunaan sumber daya perpustakaan melalui kerjasama antar perpustakaan.
9. Kerjasama penyusunan katalog induk
Katalog induk merupakan katalog dari 2
perpustakaan atau lebih. Karena melibatkan paling sedikit 2 perpustakaan
maka dua perpustakaan harus bersama‑sama menyusun katalog induk.
Katalog induk ini berisi keterangan tentang buku yang dimiliki
perpustakaan peserta disertai keterangan lokasi buku.
Kerjasama sejenis ini bukanlah hal baru
bagi Indonesia. Pada tahun 1847 Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschap telah menyusun katalog induk dari koleksi
perpustakaan yang ada di Jakarta. Sesudah Indonesia merdeka, kegiatan
itu dilakukan lagi pada tahun 1952 dengan pembentukan diterbitkan oleh Unesco Union catalogue of periodical holdings of the main science libraries in Indonesia
Science Co‑operation Office of Southeast Asia di Jakarta pada tahun
1952. Katalog induk tersebut mendaftar majalah yang dimiliki 6
perpustakaan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di Jakarta, Bogor dan
Bandung masing‑masing lema (entri) ditandai dengan lokasi perpustakaan.
Untuk pertama kalinya kode lokasi menggunakan kode mobil.
Pembaharuan dan pemutakhiran data
dilakukan oleh Biro Perpustakaan Dep. Pendidikan Dasar dan Kebudayaan
pada tahun 1962 dengan penerbitan Checklist of serials in Indonesian libraries = Katalogus induk sementara madjalah2 pada perpustakaan2 Indonesia. Tahun 1971, PDIN‑LIPI menerbitkan Katalog induk madjalah pada perpustakaan chusus di Indonesia.
Revisi dan perbaikan dilakukan pada tahun 1974 dan 1980. Terbit pula
Katalog induk buku 7 perpustakaan, Katalog induk buku 8 perpustakaan,
Katalog induk makalah kongres, lokakarya, seminar terbitan PDIN‑LIPI
maupun Proyek Jaringan Dokumentasi dan Informasi Ilmu‑Ilmu Sosial dan
Kemanusiaan.
Katalog induk lain yang pernah terbit mencakup Katalog induk disertasi Indonesia
terbitan PDII‑LIPI, Katalog induk majalah yang disusun oleh Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri se Indonesia Barat (BKS PTN IB), serta
berbagai Katalog induk skripsi terbitan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Indonesia serta
beberapa IKIP Negeri.
10. Kerjasama pemberian jasa informasi
Banyak pustakawan Indonesia salah kaprah
dalam penggunaan istilah silang layan. Menurut anggapan mereka silang
layan sinonim dengan peminjaman antar perpustakaan (interlibrary loan).
Hal ini nampak pada berbagai tulisan maupun ucapan sehari‑hari.
Sebenarnya istilah silang layan berlainan dengan peminjaman antar
perpustakaan. Silang layan merupakan kerjasama antara 2 perpustakaan
atau lebih dalam pemberian jasa informasi. Salah satu hasil jasa
informasi ini akan muncul dalam pinjam antar perpustakaan. Pemberian
jasa informasi dapat berupa jasa penelusuran, jasa referal maupun jasa
referens. Kerjasama ini melibatkan semua sumber daya yang ada di
perpustakaan jadi tidak terbatas pada pinjam antar perpustakaan saja.
Teknologi informasi dan komunikasi
Istilah ini lazim digunakan
di Eropa Barat, khususnya di Inggris, sementara di Amerika Utara banyak
menggunakan istilah teknologi informasi. Dalam makalah ini, kedua
istilah tersebut tertukarkan serta dianggap sinonim. Secara sederhana,
teknologi informasi dan komunikasi (selanjutnya disingkat TIK) adalah
istilah yang sangat luas yang mencakup semua aspek manajemen dan
pengolahan informasi berbantuan komputer termasuk perangkat keras dan
perangkat lunak untuk mengakses informasi. Aplikasi TIK di perpustakaan
yang lazim dijumpai adalah automasi perpustakaan artinya aplikasi TI
pada kegiatan perpustakaan meliputi katalogisasi, akuisisi, authority
control, pengawasan serial, sirkulasi, inventarisasi, pinjam
antarperpustakaan dan penghantaran dokumen.
Aplikasi TI selanjutnya
adalah perpustakaan digital, didefinisikan sebagai perpustakaan yang
memiliki koleksi digital yang tersedia dalam bentuk terbacakan mesin
(bukannya tercetak atau bentuk mikro), dapat diakes melalui komputer
dari jarak jauh. Ada pun koleksi digitalnya dapat di akses secara lokal
atau jarak jauh berbantuan jaringan komputer.
Dalam hal akses jarak jauh
dengan komputer, akses tersebut dikaitkan dengan Internet yang merupakan
jaringan dari jaringan optikserta kecepatan tinggi yang menggunakan
protokol untuk mengidentifikasi pengirim dan atau penerima dalam
transmisi data atau berkas. Kategori alamat yang digunakan ialah alamat
e-mail atau situs FTP dari URL , situs Telnet, situs Web.
Aplikasi TIK dalam kerjasama perpustakaan bidang Iptek Kesehatan :
Bagian ini terdiri dari :
- Pinjam antarperpustakaan
Dalam berbagai literatur
terbitan Indonesia dikenal dengan sebutan silang layan. Istilah silang
layan kurang tepat untuk menggantikan pinjam antarperpustakaan karena
istilah silang layan berkonotasi lebih luas daripada pinjam
antarperpustakaan. Silang layan mencakup jasa kepustakawanan yang
diberikan pada perpustakaan lain, tidak terbatas pada pinjam
antar perpustakaan saja. Misalnya pemberian fasilitas untuk anggota
perpustakaan lain merupakan silang layan.
Pinjam antarperpustakaan
terjadi manakala seorang pemakai memerlukan sebuah materi perpustakaan
namun materi tersebut tidak tersedia di perpustakaan tempat dia menjadi
anggota. Bila tidak tersedia di perpustakaan maka perpustakaan akan
berusaha meminjam dari perpustakaan lain yang memiliki materi yang
diinginkan. Pinjam antarperpustakaan dapat berupa pinjaman fisik materi
perpustakaan, dapat pula penghantaran (delivery) dalam bentuk
digital. Maka perpustakaan digital memilik peluang lebih besar untuk
menghantarkan dokumen secara digital. Penghantaran dapat
dilakukanlangsung melalui situs web sebuah perpustakaan.
- Digitalisasi koleksi.
Di lingkungan Kementerian
Kesehatan terdapat berbagai publikasi yang tidak selalu diketahui umum,
sebahagian besar di antaranya merupakan literatur kelabu. Karena tidak
tersedia di pasaran, maka literatur kelabu sebaiknya dialih bentuk
menjadi digital dengan beberapa ketentuan (tidak melanggar hak cipta,
tidak melanggar kerahasiaan dokumen). Digitalisasi merupakan prasyarat
sebuah perpustakaan digital.
- Pemencaran informasi terpilih.
Penambahan koleksi
perpustakaan dapat disebarkan melalui fasilitas TI; informasi dapat
disebarkan ke pemakai sesuai dengan profil masing-masing. Dalam praktik,
penyebaran informasi ini lebih bersifat umum daripada bersifat profil
inidividu karena perpustakaan kekurangan tenaga yang menguasai subjek
sementara pemakai pun tidak selalu memanfaatkan jasa pemencaran
informasi terpilih. Jasa ini dalam bahasa Inggris disebut Selective Dissemination of Information.
- Komunikasi informal
Keberadaan internet memungmkinkan pustakawan saling
berkomunikasi secara informal berbagi pengalaman. Berbagi pengalaman
dalam bidang kepustkawanan sebenarnya merupakan bagian dari Manajemen
Pengetahuan sehingga pengetahuan yang ada disebarluaskan di kalangan
pustakawan.
- Kerjasama jasa referens
Kerjasama referens(i) merupakan kerjasama penyediaan
jasa dan sumber informasi, di sini mencakup beberapa perpustakaan.
Jawaban dan sumber dapat diantarkan dengan bantuan Internet.
Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Strengths (kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang) dan Threats
(Ancaman) dalam sebuah proyek atau upaya bisnis. Bila hal itu dikaitkan
dengan Jaringan Kesehatan dilihat dari sudut TI serta dikaitkan dengan
tujuan jaringan, maka unsur SWOT terdapat pada jaringan kesehatan.
Kekuatan mengacu pada orang atau badan yang bergerak untuk mencapai sasaran. Adapun kekuatan yang ada adalah :
- Jaringan informasi dan dokumentasi kesehatan sudah lama terbentuk
- Bergerak dalam bidang yang sama
- Kerjasama antarperpustakaan relatif sudah lama, dalam arti lebih dari 20 tahun
- Perpustakaan di luar Kem Kesehatan, khususnya perpustakaan fakultas kedokteran relatif sudah mapan
- Ada komitmen Kementerian Kesehatan untuk mengembangkan jaringan lebih lanjut
Kelemahan adalah orang atau badan yang mengganggu dalam pencapaian sasaran. Kelemahan yang ada ialah:
- Adanya kesenjangan di antara perpustakaan peserta menyangkut koleksi, sumber daya manusia, anggaran, dan aplikasi teknologi informasi.
- Pemakai yang menganggap literatur yang dihadapinya sudah cukup
- Sikap birokratis pustakawan dan juga atasan yang membawahi perpustakaan menyangkut kerjasama perpustakaan. Di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi negeri dan swasta dalam bidang sejenis sering ada rasa tidak mau bekerja sama karena dianggap menyaingi lembaga dengan hasil informasi sulit disebarluaskan.
- Kurangnya perhatian pipinan terhadap eksistensi dan operasi perpustakaan. Kesenjangan koleksi, sumber daya, dana. Sikap birokratis terutama bagi perpustakaan yang ada di unit lain.
Peluang atau Opportunities merupakan kondisi eksternal yang membantu jaringan dalam mencapai sasarannya. Muatan peluang antara lain ialah:
- Perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan kerjasama berlangsung lebih cepat, efisien serta dapat menjangkau kawasan yang luas.
- Pembentukan konsorsium perpustakaan bidang kesehatan. Konsorsium di sini diartikan ancaman
- Sikap pimpinan yang menganggap bahwa Internetadalah segala-galanya sehingga cenderung menafikan peran perpustakaan.
Pandangan bahwa melanggan
jurnal elektronik sudah mampu melayani kebutuhan pemakai. Kenyataannya
penjaja elektronik seperti Proquest, Ebsco tidak selalu mencakup jurnal
yang memiliki peringkat tinggi dalam sitiran padahal jurnal yang
memiliki peringkat tinggi selalu dianggap jurnal baik. Contoh British Medical Journal, Journal of the American Medical Association, Lancet, New England Journal of Medicine.
Keterbatasan
anggaran perpustakan, biasanya disebabkan karena keengganan
perpustakaan besar untuk ikut jaringan kerjasama, namuna ada
beberapa peluang yang bisa dilihat, seperti :
- Perluasan akses bagi pemakai
- Digitalisasi literatur kelabu bidang kedokteran
- Pembuatan MeSH versi Bahasa Indonesia
Penutup
Kerjasama perpustakaan
ialah kerjasama antara dua perpustakaan atau sistem perpustakaan atau
lebih dengan tujuan menyediakan materi perpustakaan bagi pemakai.
Kerjasama ini didasarkan atas prinsip mendayagunakan koleksi bersama
serta saling menguntungkan. Kerjasama mencakup berbagai kegiatan seperti
pinjam antarperpustakaan, pengadaan bersama, penyimpanan, pengolahan
bersama dll. Munculnya teknologi perpustakaan membuat perpustakan
mendayagunakannya, di antaranya dalam bidang automasi perpustakaan dan
perpustakaan digital.
Tahap berikutnyaadalah
pemanfaatan TI untuk kerjasama, terutama dalam bidang pengantaran
dokumen digital, jasa referens(i), pengembangan katalog induk majalah
dan serial khusus di lingkungan perpustakaan kesehatan dan berbagi
sumber lainnya. Kerjasama berbantuan TI bila dikaji dari analisis SWOT,
maka tersedia berbagai kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang.
Bibliografi
Adler, Elhanan. “University library co-operation in Israel: The MALMAD consortium.” Information Technology & Libraries, 18 (3) Sept 1999:135-135-137.
Alidouski, Sirous; Nazari, Maryam anf
Mohammad Abdooet Ardakar. “A study of success factors of resource
sharing in Iranian academic libraries.” Library Management, 29 (8/9) 2008:711-728.
Anglada, Lluis M. “Collaboration and alliances: social intelligence applied to academic libraries.” Library Management, 28 (6/7) 2007:406-415.
Kopp, James J. “Library consortia and information technology: the past, the present, the promise.” Information Technology and Libraries, 17 (1) Mar 1998:7-12.
Marie, Kirsten L. “One plus one equals three: joint-use libraries in urban areas.” Library Administration & Management, 21 (1) Winter 2007:23-28.
Neame, Laura. “Resource sharinG: revival of a dream.” The Laserdisk Professional, 3 (1) Jan 1990:88-90.
Shin, Eun-Ja and Kyung-Mook Oh. “Interlending and document supply developments in Korea.” Interlending & Document Supply, 30 (3) 2002:136-138.
Sulistyo-Basuki, Interlibrary loan in
an archipelago nation: the case study of Indonesia’s ILL activities with
special reference to academic libraries Paper, ISDL -, Singapore, Nov
2007.
——-. Pengantar ilmu perpustakaan dan informasi. Naskah dalam proses penerbitan. 2010.
Woodsworth, Anne. Library cooperation and networks: a basicreader. New York: Neal- Schuman,1991.
sumber || sulistyobasuki.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment
Sebelum anda memberi komentar, silahkan masuk dengan menggunakan akun google atau URL openID anda agar kami dapat lebih mudah membalas komentar anda, terimakasih.